Sabtu, 26 Desember 2015

BUKAN LAYLA MAJNUN



BUKAN LAYLA MAJNUN
By Alfia Al-Makky

Masih adakah...
manusia serupa Qais Majnun abad ini?
yang mencintai kekasihnya
tak peduli siapapun mencemoohnya
tak mendengar hujatan-hujatan sekelilingnya

masih adakah...
manusia seperti Majnun di abad ini?
Majnun yang gila cinta
Majnun yang gila rindu
bukan kepada Layla
tetapi Muhammad, Nabinya

Muhammad yang membisukan mulutnya
dari sanjung puja kepada selainnya
Muhammad yang membutakan matanya
Dari hasrat memandang kekasih selainnya.
Hati bertanya, apakah engkau Sang Majnun itu?

Wahai Majnun, Sang Pecinta yang entah siapa.
engkau mencintai dia yang tak pernah engkau lihat
engkau meyakini dia yang hidup jauh berabad-abad
engkau mengimani yang ia ajarkan dari Tuhanmu
sekalipun engkau tak pernah memandangnya
Duhai Majnun, sungguh gilanya cintamu.

Aduhai diri yang mengaku mencintai
adakah engkau Sang Majnun itu?
Yang rela mengorbankan segalanya demi cinta
Harta, tahta, dunia dan isinya
Hanya demi kekasihmu, Muhammad.

Aduhai diri yang mengaku merindui.
Adakah engkau, Sang Majnun itu?
Yang rela melakukan apa saja
Lelah, letih tak kau rasa
karena rindumu yang membahana
demi pandangan cinta dari Sang Rasul yang mulia.


Surabaya, 26 Desember 2015 / 14 Robi’ul Awwal 1437 H

Kamis, 24 Desember 2015

PANGGILAN CINTA



PANGGILAN CINTA
Oleh Alfia Al-Makky

Dari selasar masjid nan jauh
Daku berkirim surat cinta
Terbungkus sejuta rindu
Untuk dia, kekasih hatiku

Dari tanah yang jauh
Daku termenung dan terpaku
Duhai kekasih...
andai engkau disini
andai engkau menemaniku
Takkan sedahsyat ini rindu
Yang menjerat hatiku

Duhai kekasih Sang Maha Pengasih
Duhai cinta Sang Maha Mencintai
Aku memohon, mengharap kasihmu
Aku memelas, mengemis cintamu

Duhai Kekasih...
Aku tak peduli apa kata mereka tentangku
Kecintaan ini menulikan telingaku
Kerinduan ini membutakan mataku
Menutup pandangan kepada selainmu

Duhai kekasih...
Pandanglah diri ini, dengan pandangan rindu
Panggillah diri ini dengan panggilan cintamu
Obatilah rinduku yang semakin menggunung
Dengan senyuman dan sapaanmu

Duhai kekasih hati...
Rengkuhlah tanganku
Bawalah daku yang hina ini bersamamu
Hidup berdampingan didalam Surga Kekasihmu
Sungguh, daku memohon belas kasihmu

Duhai kekasih...
Dosaku meluas, melebihi luas tujuh langit
Dosaku terlampau dalam, melebihi dalamnya tujuh bumi
Apalah yang bisa kuharap
Selain pandangan dan Syafaatmu, Duhai kekasihku

Salam rinduku, senantiasa tercurah untukmu
Manusia termulia, manusia tersempurna
Semoga engkau membalas salamku

Surabaya, 24 Desember 2015 / 12 Robiul Awwal 1437 H

Rabu, 23 Desember 2015

TAK BISAKAH HIJAU DAN BIRU BERSATU?



TAK BISAKAH HIJAU DAN BIRU BERSATU?

Bukankah pelangi terlihat indah karena warna yang berbeda-beda? Lalu mengapa kita masih memilih dan memilah, jika semua sama-sama indah. Terlihat indah karena mereka berdampingan bersama, memancarkan warna yang berbeda, menjadi satu keindahan yang di nikmati jutaan manusia.
Kita berbeda Suku, Ras, dan Agama. Tetapi kita satu Negara. Menjadikan kita saudara walaupun tak sedarah. Hidup berdampingan dan saling membutuhkan satu sama lain, saling memberi dan menolong satu sama lain. Damai dan sejahtera. Itulah yang selalu kita harapkan.
Saya yakin,semua manusia mempunya hati nurani yang suci. Semua orang menginginkan hidup dengan ketenangan dan tidak ada ada satupun manusia yang menyukai pertikaian, peperangan, perseteruan apalagi pembantaian.
Begitupun dengan Islam. Agama yang identik dengan ‘Rahmatan Lil ‘Alamin’ adalah Agama yang melambangkan perdamaian dalam setiap ajarannya. Mengedepankan Akhlaq pada sesama dari pada tittle ilmu yang disandang ummatnya. Tidak memandang kaya, miskin atau tinggi rendah pangkat derajatnya. Inilah Islam yang mengajarkan kebaikan kepada sesama muslim ataupun orang yang tidak seiman dengannya.
Jika kepada non-muslim saja Islam mengajarkan Toleransi untuk menghargai kepercayaannya, apalagi kepada sesama muslim? pastilah Islam mengajarkan Toleransi yang lebih mendalam kepada saudara seimannya. Contohnya seperti Toleransi berpendapat, memilih pemimpin, memilih jalan hidup, memilih hoby dan lain-lain. Ironisnya justru kita terjebak didalam hal ini. Kita masih sering egois kepada saudara seiman kita, menentang kecintaannya, menghina pilihannya atau bahkan membencinya karena memilih kelompok yang tidak sama dengan kita. Sampai terjadi tragedi pembantaian hanya karena berbeda kelompok, dukungan dan pilihan.
Islam adalah Agama kasih sayang. Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk saling mengasihi dalam kekeluargaan, saling mengasihi sesama sebagaimana keluarga didalam balutan Islam. Sudah sepatutnya kita sebagai sesama muslim menghilangkan segala bentuk perbedaan, pembeda, perselisihan dan perseteruan. Karena memang begitulah Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita bagaimana bersikap untuk saling mengasihi kepada siapapun, bahkan kepada lalat sekalipun.
Dahulu diceritakan oleh Imam Nawawi Al-Bantani didalam Kitabnya yang berjudul ‘Nashoihul Ibad’ jika ada seseorang yang bermimpi berjumpa dengan Imam Al-Ghozali. Seorang ulama yang sangat fenomenal, bahkan Al Imam Al-Ghozali dijuluki sebagai Hujjatul Islam. Diceritakan bahwa didalam mimpi itu ia bertanya kepada Imam Al-Ghozali bagaimana Allah memperlakukannya.
Imam Al-Ghozali pun menceritakan jika Allah SWT bertanya kepadanya tentang bekal apa yang ia bawa untuk diserahkan kepada Allah SWT?
Beliaupun menjawab dengan mengutarakan segala amalnya, prestasinya dan segala perbuatan baiknya akan tetapi Allah SWT menolaknya, lantas Dia berfirman : “Sungguh, yang kami terima darimu ialah karena pada suatu malam ketika engkau sedang asyik-asyiknya menulis kitab, lalu ada seekor lalat yang hinggap di wadah tintamu untuk meminumnya dank arena hal itu kau menghentikan aktifitasmu sampai lalat itu selesai meminumnya. Kau melakukan itu karena rasa kasihanmu kepadanya”. Dan kemudian Allah SWT memerintahkan kepada Malaikat-Nya :”Bawalah hamba-Ku ini ke Surga”.
Subhanallah.
Hanya karena rasa kasih sayang terhadap lalat, Imam Al-Gazali dimasukkan kedalam Surga oleh Allah. Lantas bagaimana dengan kita, jika kita bisa saling mengasihi kepada manusia manapun tanpa memandang perbedaan yang ada. Laa Haula wa Laa Quwwata Illa Billah. Sungguh, perdamaian yang sangat diimpikan mungkin akan dengan mudah terwujud jika semua manusia mempunyai kesadaran dan mampu mengarahkan kasih sayangnya tanpa membeda-bedakan siapapun.
Entah sudah berapa ribu korban jiwa yang tumbang dan berserakan karena peperangan, pertikaian, perebutan kekuasaan, dan keinginan untuk menjadi yang tertinggi diantara yang lain. Andai saja kita menyadari tentang betapa pentingnya perdamaian ini untuk semua manusia. Tidak hanya pada zaman ini, melainkan akan terus dirasakan manfaatnya oleh anak-cucu kita kelak. Bukankah itu yang kita inginkan?
Manusia adalah makhluq yang dikaruniai akal fikiran, hati dan Nafsu oleh Allah SWT. Akal dipergunakan untuk memikirkan hal-hal yang baik, memilih jalan hidup yang baik, menjauhi hal-hal yang tidak baik. Akal membantu kita untuk memikirkan dan membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang harus dilakukan dan mana yang harus kita tinggalkan. Hati adalah anugerah terindah dari Allah SWT yang diberikan kepada manusia agar mereka bisa saling mengasihi dan menyayangi. Akan tetapi terkadang manusia terjerat oleh nafsu yang membuat hatinya buta kasih sayang kepada siapapun yang telah menyakitinya.
Nafsu, keegoisan, kegengsian terkadang menjadi sumber pertikaian, pembantaian bahkan peperangan. Betapa dahsyatnya nafsu membolak-balikkan hati, dari cinta menjadi benci, dari kawan menjadi lawan, dari saudara menjadi musuh. Laa Haula Wa Laa Quwwata Illa Billah. Sungguh, hanya Allah SWT lah tempat kita berlindung dari godaan nafsu yang menyesatkan.
Wahai kawanku, dengarlah pertanayaanku. Jika aku berkulit putih dan kamu berkulit hitam, apakah kita tidak bisa berjalan beriringan? Jika kamu orang yang kaya sedangkan aku orang yang tak punya, apakah kita tidak bisa menjadi kawan? Jika aku  orang biasa dan kamu orang berpangkat, tidak bisakah kita menjadi sahabat? Dan satu lagi pertanyaanku, jika aku berbaju biru dan kamu berbaju hijau atau aku berbaju hijau dan kamu berbaju biru, tidakkah lebih indah jika duduk dan menikmati laga bersama-sama? Bukankah hijau dan biru ketika bersama dan bersatu justru menjadi warna yang lebih indah? Lalu mengapa dua warna yang selalu bersama ketika menjadi pelangi harus terpecah karena keegoisan dan kegengsian manusia?
Jawablah pertanayaan ini dari lubuk hati terdalam. Jika kita bisa melakukan bersama, kenapa tidak? Bukankah akan lebih tentram jika kita bersama dan tidak akan ada lagi korban-korban yang berjatuhan, tidak akan ada lagi ibu-ibu yang menangis kehilangan anak, saudara atau pun suaminya. Awali perdamaian dari kesadaran diri dan hati nurani masing-masing, cobalah untuk belajar mengasihi setidaknya jika kau tak bisa mengasihi sebagai saudaramu maka kasihilah mereka sebagai Makhluq yang di cinpatakan Allah SWT sama sepertimu. Jika Allah SWT selalu mengasihi makhluk-Nya, kenapa kita tidak bisa mengasihi sebagai sesama makhluk-Nya?

Minggu, 25 Januari 2015

HINA - Luluk Alfia P



"HINA"

aku memang hina, berlumur dosa bernanah
aku memang hina, tak berakal dan berotak
tapi aku bersyukur karena aku 'hina' tak menghina.

aku memang hina, mulut berlendir bak comberan
aku memang hina, kaki kusam tak beralas
tapi aku senang aku di'hina' hingga aku tak terhina.

silahkan hina aku! silahkan caci aku!
karena sejatinya kehinaanku mahkotaku
hina aku! hingga kepuasan merasuk hatimu
karena hinaku tak menghinakan diriku